Membaca berita dari kompas.com tentang jumlah turis bali yang melebihi jumlah penduduk bali itu sendiri membuat saya gerah juga. Di situ diberitakan bahwa jumlah wisatawan mancanegara dan isatawan domestik yang mengunjungi bali rata-rata pertahun adalah 5,7 juta orang, lebih dari jumlah penduduk bali yang menurut sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 3,6 juta jiwa. Jumlah wisman dan wisdom itu mungkin akan meningkat lagi tahun ini mengingat tiap tahun selalu ada peningkatan atas jumlah wisman dan wisdom yang berkunjung ke Bali. Bali memang masih menjadi daya tarik wisata bagi para turis dibandingkan tempat lain di Indonesia bahkan dibandingkan dengan negara Indonesia itu sendiri. Menurut anda sendiri apa yang menarik dari Bali ? Bali memang tempat indah dengan pantai dan puranya, dengan adat istiadatnya, dengan tarian dan upacara tradisionalnya dan banyak lagi yang lainnya. Tapi sudah saatnya kita tidak hanya fokus 'menjual' Bali.
Banyak daerah di Indonesia yang tak kalah menarik di banding Bali. Ada Taman nasional Wakatobi yang punya sumberdaya alam laut luar biasa. Disebut sebut sebagai Taman laut terlengkap di Asia. Ada kepulauan Raja Ampat yang disebut sebagai salah satu dari 10 perairan terbaik untuk diving site di dunia. Kawasan karang disini katanya yang terbaik di Indonesia. Kalau tak mau menyelam ke daerah jawa tengah saja, di mana banyak candi-candi bertebaran dan siap didatangi. Adat tradisinya pun tak kalah menarik dari Bali.
Kalau bosan dengan pemandangan di darat silakan naik gunung. Gunung Bromo dan Gunung Semeru merupakan gunung terbaik untuk melihat sunset dari puncaknya. Atau anda bisa melihat keajaiban alam di Bangka Belitung ( ingat Laskar Pelangi ? ). Batu batu besar di pantainya tidak terjadi dalam 1-2 tahun.
Saya melihat pemerintah memang sudah berusaha menjual daerah lain di Indonesia sebagai daerah tujuan wisata lain di luar Bali dengan cara mengikuti pameran-pameran pariwisata di luar negeri. Tapi itu tidak akan berhasil maksimal jika tidak dibantu oleh unsur-unsur lain di luar pemerintah salah satunya kita. Peranan agen pariwisata di sini sudah cukup membantu menurut saya. Sayangnya memang daerah-daerah wisata itu masih terkendala oleh berbagai hal, contohnya transportasi. "Jalannya banyak yang rusak" atau "naik ferinya cuma di jam jam tertentu... nggak praktis" .. itu salah satu alasan dari tamu-tamu saya yang pergi ke beberapa daerah itu. Promosi mengenai daerah wisata di dalam negeri pun kurang, contohnya sangat sedikit iklan tentang itu. Saya pernah menuliskannya di sini . Jadi mestinya kementrian pariwisata bekerja sama dengan instansi terkait untuk membenahi masalah ini. Bukankah pariwisata merupakan penghasil devisa juga buat negara kita. Lalu kita bisa bantu apa ya ? Bagaimana jika sesekali menulis tentang hal-hal menarik dari daerah masing-masing di sini. Sekecil apapun itu pasti berarti. Hentikan sejenak nulis tentang korupsi dan yang seksi seksi. Biar orang-orang di luar sana tahu bahwa Indonesia itu indah dengan keanekaragamannya.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/yayat/indonesia-bukan-cuma-bali_54fff691a33311d46d50f86d
Pantai pantai Indah yang ada di Indonesia
Alasan Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud memilih Pulau Dewata, Bali, sebagai tujuan berlibur terjawab sudah.
Ternyata ia sangat tertarik menikmati eksotisnya pantai Bali yang memiliki pasir putih dan laut lepas.
Ketertarikan Raja Arab Saudi diceritakan perwakilan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, saat melaksanakan konferensi pers di kawasan ITDC, Nusa Dua, Bali.
Sampai saat ini, masih belum dijelaskan ke mana saja tujuan Raja Salman selain akan menikmati keindahan pantai Bali. Yang pasti, Raja Salman dan rombongan akan menikmati keindahan pantai di sepanjang Pantai Nusa Dua yang terdapat di area hotel lokasi peristirahatannya selama di Bali.
Sependapat dengan Artikel yang dikutip dari Kompasiana dari penulis Daffa, bahwa Indonesia bukan hanya Bali, bukan maksud pribadi dengan pendapat yang Rasis, tapi pemerintah seharusnya lebih mengoptimalkan promosi pantai pantai yg eksotis di seluruh Indonesia, yang keadaanya masih Natural / alami , berikut adalah pantai pantai Indah di Indonesia
- Daerah Istimewa Jogyakarta
- PANTAI NGLAMBORAkuarium Semesta yang Dijaga Sepasang Kura-Kura Raksasa
Dasar laut Pantai Nglambor bagai akuarium semesta yang menyimpan sejuta pesona. Atas jasa sepasang "kura-kura raksasa" yang mampu menjinakkan garangnya ombak dari Samudera Hindia, panorama bawah laut di pesisir selatan ini pun bisa diselami keindahannya.
Ganasnya ombak pantai-pantai di selatan Jogja sering kali membuat orang bergidik ngeri dan segan untuk mendekati. Ombak yang datang berkejaran dari arah lautan luas seolah berlomba menghalau agar kita tak mendekati airnya. Tak seperti pantai-pantai di sisi utara Jawa yang lebih ramah, tepian daratan yang langsung menyapa luasnya Samudera Hindia ini bukan tempat sesuai untuk menikmati asyiknya berenang di air asin atau serunya snorkeling menyaksikan keindahan panorama bawah laut bersama ikan-ikan kecil. Hingga kita terpaksa harus puas bermain air di pinggiran, di tempat buih-buih lautan mulai menghilang. Namun ketika YogYES berkunjung ke Pantai Nglambor, berenang dan snorkeling di pantai selatan yang tadinya terasa tak mungkin, nyatanya bisa dilakukan.
Trekking sekitar lima belas menit dari tempat parkir menjadi pilihan YogYES untuk mengakhiri tiga jam perjalanan terguncang-guncang di atas kendaraan. Medan yang terlalu berbahaya dengan jalanan menukik curam mengharuskan kami berjalan kaki atau menyewa jasa ojek berpengalaman daripada membawa kendaraan hingga ke dekat pantai sendirian.
Melewati celah pagar tanaman pandan laut (Pandanus tectorius), kami sampai di bibir pantai. Segerombolan anak muda dengan jaket pelampung berwarna jingga menyala lengkap dengan peralatan snorkel lainnya, terlihat antusias dan tak sabar ingin segera berenang dan menyelam di perairan dangkal. Kawasan Pantai Nglambor merupakan salah satu destinasi snorkeling di kawasan pesisir selatan Jogja yang memiliki panorama dasar laut menakjubkan dengan ragam terumbu karang dan biota laut. Ikan jenis Sergeant Major, Jambrong dan beberapa ikan kecil lainnya adalah penghuni tetap yang terlihat sering berenang bergerombol atau bermain petak umpet di celah-celah terumbu karang.
Pemandangan cantik yang tertutup ombak ini sangat dijaga oleh masyarakat sekitar Pantai Nglambor. Bahkan kawasan pantai ini merupakan daerah budidaya beberapa jenis ikan serta lokasi konservasi terumbu karang dan biota laut lainnya. Tradisi upacara sedekah laut Ngalangi pun juga dilakukan di pantai ini. "Ngalangi" dalam bahasa Jawa berarti menghalangi atau melarang. Masyarakat sekitar pantai Nglambor melarang siapapun untuk menangkap ikan di kawasan pantai kecuali sekali dalam setahun, di luar musim pemijahan ikan. Prosesi penangkapan ikan pun hanya bisa dilakukan dengan menggunakan gawar, semacam jaring dari akar pohon wawar yang dipancangkan dan dihalau bersama-sama ke laut oleh masyarakat setempat.
Seolah tak mau kalah, alam pun turut menjaga dan mempertahankan keelokan akuarium semesta ini dengan memerintahkan dua karang kura-kura raksasa untuk berpatroli menjaga pantai. Dengan gagah "Watu Kalong" dan "Watu Kuntul" menjinakkan ombak-ombak garang agar tak terlalu keras memukul bibir pantai. Keberadaan dua karang kura-kura raksasa inilah yang membuat terumbu karang Pantai Nglambor tidak rusak dihempas gelombang, sekaligus aman untuk snorkeling.
Mengenakan peralatan snorkel lengkap dengan sepatu dan jaket pelampung, kami pun segera menyapa para penghuni zona neritik dibantu oleh salah satu pemandu. Kebetulan saat kami datang adalah waktu terbaik untuk snorkeling, di saat air laut belum pasang namun juga tak terlalu surut. Terdapat dua persewaan alat snorkel di pantai ini, Bintang Nglambor Snorkeling (BNS) dan Pokdarwis Nglambor Lestari, hingga kami tak perlu bersusah payah membawa peralatan dari rumah.
Sisa-sisa ombak pantai selatan yang telah dijinakkan memberikan sensasi tersendiri ketika snorkeling di Pantai Nglambor. Tak jarang ketika kami sudah bersusah payah berenang agak ke tengah, ombak menyeret kami hingga ke tepian lagi. Dengan keahlian seorang pemula, kami menyelam dengan sangat hati-hati agar tak menginjak terumbu karang dan merusak ekosistem dasar laut di pantai ini. Kami tak ingin menambah ancaman kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penangkapan ikan yang berlebihan, pembangunan daerah pesisir dan adanya pemutihan terumbu karang (coral bleaching). Karena bagian dasar laut nan memukau dihadapan kami memerlukan waktu yang sangat lama untuk berdandan mempercantik diri. Jika ekosistem dasar laut ini rusak, maka usaha masyarakat sekitar dan dua kura-kura raksasa penjaga pantai akan terasa sia-sia. Pantai Nglambor dengan seluruh penghuninya telah memanjakan mata dengan semua riasan alamnya nan mempesona. Sebagai penikmatnya tak ada salahnya kita ikut menjaga kelestariannya, bersama masyarakat sekitar meringankan tugas dua karang kura-kura raksasa.
Usai bercanda dan berfoto bersama ikan-ikan, bebatuan karang di sisi selatan pantai nan teduh menjadi incaran untuk beristirahat sejenak, menikmati sepoi angin laut sambil mengeringkan pakaian. Tak jauh dari tempat kami duduk ada sebuah sumber air tawar yang memancar dari celah batuan kecil-kecil. Awalnya kami merasa heran melihat ada sumber air tawar di tepi pantai. Namun fenomena air tawar yang muncul di Pantai Nglambor ternyata dikarenakan adanya lorong karst menyerupai pipa U yang berfungsi sebagai saluran air tanah, seperti yang dikatakan salah seorang peneliti karst ahli klimatologi dari LIPI.
Terbuai hembusan angin pantai, kami tak sadar matahari semakin tinggi dan baju yang tadinya basah sudah mengering. Kami segera beranjak, berganti pakaian bersih dan mengemasi perbekalan. Kini sudah waktunya mengucapkan salam perpisahan pada sepasang kura-kura raksasa dan membiarkan keduanya melanjutkan tugas menjaga pantai seperti biasa.
Text DIAN NORRAS Photography JAYA TRI HARTONO
Copyright © 2015 YogYES.COM
Senja ikut menyambut ketika YogYES tiba di Pantai Jogan. Diapit tebing-tebing tinggi khas pegunungan kapur, Pantai Jogan bak peraduan, tempat air sungai turun gunung menemui ombak yang pulang melaut. Dari puluhan pantai yang berserak di sepanjang 71 kilometer pesisir Gunungkidul, Pantai Jogan menempati posisi istimewa karena keberadaan air terjun yang langsung jatuh dari atas tebing ke bibir laut, mengingatkan pada McWay Beach Waterfall di California. Selama ini, tak banyak pelancong yang tahu tentang Pantai Jogan. Lokasinya yang persis berada di sebelah barat Pantai Siung sering terlupa oleh para pemanjat yang dipacu semangat memeluk moleknya tebing Siung.
Untuk mencapai Pantai Jogan, perlu waktu sekitar dua jam berkendara dari Jogja. Menyusuri jalanan aspal mulus, berkelok-kelok membelah perbukitan karst yang merupakan sisa lautan jutaan tahun silam. Bila kita sampai di Pos Retribusi Pantai Siung, artinya Pantai Jogan sudah dekat, karena sekitar 400 meter dari pos tersebut, akan terlihat papan kayu penunjuk arah menuju Jogan. Menggantikan aspal mulus, jalan setapak menjadi pemandu selanjutnya, mengantar Anda dengan didampingi dua sungai kecil di sisi kiri yang nantinya akan menyatu lalu menjelma menjadi air terjun. Sayang sekali, keelokannya hanya bisa disaksikan saat musim penghujan, sementara di musim kemarau debit air sangat kecil ditambah dengan aktivitas penyedotan airnya demi keperluan warga.
Untuk bisa menikmati guyuran air dari atas tebing, kita harus turun ke bawah. Ada dua cara untuk turun, pertama dengan tehnik canyoning alias rappeling di air terjun. Tentu diperlukan peralatan dan kemampuan mumpuni untuk melakukannya. Kedua, menapaki turunan licin yang basah. Untunglah tersedia kayu-kayu pegangan sebagai penopang tubuh. Meski begitu, kehati-hatian adalah hal wajib karena jalur yang curam. Setelah batuan curam nan licin, tersisa satu lagi tantangan, kita masih harus melewati karang yang dihuni oleh ribuan bayi kepiting berwarna transparan berukuran sekitar 5 mm. Ini memang bukan koloni kepiting merah penghuni Christmas Island (yang dekat Jawa Barat tapi dimiliki Australia), namun melewatinya dengan kaki telanjang tentu bukan perkara sederhana. Penduduk sekitar biasa mengambil bayi kepiting ini untuk dimasak, menjadi teman makan nasi hangat di kala musim hujan. Bila beruntung, pengunjung juga bisa menyaksikan ratusan kupu-kupu bergerombol di bebatuan kering.
Nah, sampailah Anda. Berlatar ungunya langit senja, menatap lepas ke Samudera Hindia, menyaksikan Poseidon melempar gulungan ombak yang seolah siap melahap, sementara di balik punggung, suara air terjun memekakkan telinga, pertanda derasnya air yang jatuh. Tak perlu merasa ngeri, nikmatilah keramahan percikan air saat kaki-kaki air menjamah kerasnya batuan karang. Menyambut sopan sebelum Anda menyibak tirai air, memasuki peraduan grojogan. Diguyur segarnya air tawar dari sungai-sungai rahasia perbukitan karst membuat kita merasa seolah kegersangan Gunungkidul hanyalah mitos. Karena sebenarnya daerah ini punya banyak sekali sumber air, yang sayangnya tersembunyi di perut bumi.
Pantai Jogan adalah pemberi kesegaran, laksana oase di luasnya hamparan pantai pasir putih Gunungkidul. Juga seperti garnishes di piring yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Pantai yang tepat bagi Anda yang ingin merasakan sensasi berbeda dari surga pesisir selatan Jogja.
Text KEN SAVITRIE Photography DANIEL ANTONIUS KRISTANTO
Copyright © 2013 YogYES.COM
Tips
Debit air terjun di Pantai Jogan akan sangat kecil pada musim kemarau, jadi sebaiknya datang saat puncak musim hujan (Desember - Januari).
- PANTAI DRINI Pantai yang Tenang dengan Pulau Karang
Menjadi salah satu pantai istimewa di pesisir Gunungkidul karena sebuah pulau kecil di tengahnya, membagi pantai menjadi dua bagian. Konon di pulau tersebut banyak ditumbuhi santigi (Pemphis acidula), atau masyarakat di sini biasa menyebutnya drini. Itulah kenapa pantai dan pulau ini diberi nama drini. Bila laut sedang surut, kita bisa pergi ke pulau. Tak perlu menjadi climber untuk memanjat karang, karena tangga beton rela dipijak demi mengantar kita ke atas. Dari sini, pandangan kita bisa menyisir seluruh Pantai Drini, melihat gunungan alang-alang atap gazebo hingga deretan perahu nelayan. Semua tampak mungil, seperti miniatur bikinan kurcaci. Kini, tak ada lagi pohon drini, yang ada hanyalah pandan laut (Pandanus tectorius) memenuhi setiap jengkal tanah, berebut hidup dengan rerumputan. Saat YogYES ke sana, ada seorang bapak tua asyik nembang Jawa sambil mencari rumput untuk pakan ternak. Terdengar seperti seorang penyanyi yang diiringi musik orkestra alam. Ah, betapa damainya...
Pulau ini juga sekaligus memisahkan sisi Timur dan Barat pantai menjadi dua karakter yang berbeda. Bagaikan manusia berkepribadian ganda, satu sisi tenang dan lembut, sementara sisi lainnya keras dan garang. Di Timur pantai, tebing-tebing berbaris gagah, berdiri angkuh seolah menantang penguasa laut. Dipadu dengan pulau karang, maka sebuah laguna yang elok pun terbentuk. Terjaga dari amukan ombak, menjadikannya tempat nyaman untuk mandi hangat air asin, bagaikan berada di bath tub raksasa, melemaskan otot yang lelah menyusuri pulau karang. Komposisi air berwarna biru kehijau-hijauan, dengan dinding dan pulau karang mengelilingi, serta beratap langit biru, ditambah pandangan bebas menuju lautan lepas, mengalahkan fasilitas spa dari salon manapun di muka bumi. Sambil menikmati pijatan air laut, akuarium alam yang mengoleksi beragam biota laut selalu menemani. Gerombolan Ikan jenis Goby Pasir, Jambrong, dan Sergeant Major tampak bermain petak umpet, berkejaran satu sama lain di sela karang, saling bersembunyi dari teman sepermainannya.
Di bagian tengah pantai, sejalur dengan arah menuju pulau, ada sesuatu yang menarik. Kumpulan tipis pasir hitam berdiameter sangat halus tanpa malu-malu menerobos dominasi pasir putih. Bila mata tak awas, niscaya bagian ini akan terlewat. Menurut penelitian, dahulu ada sungai bawah tanah bermuara di Pantai Drini. Alirannya membawa pasir hitam yang sekarang masih bisa dilihat.
Sisi Barat pantai punya pesona tak kalah eksotis; deretan perahu bercadik tertambat, beristirahat sejenak setelah semalaman bergelut dengan ombak laut Selatan. Satu dua nelayan terlihat menebar jala ke air, berharap ada ikan yang sudi mendatangi, menyerahkan diri untuk menyambung hidup keluarga nelayan. Ya, Pantai Drini juga merupakan kampung nelayan tradisional. Karakter ombak yang lebih kuat dan langsung menuju samudera tanpa karang menghalangi, menjadi tempat yang tepat bagi para nelayan untuk jalur berangkat dan pulang melaut.
Lelah berkeliling pantai, marilah beristirahat di gazebo-gazebo kayu beratap ilalang. Menikmati kesegaran air kelapa muda sebagai penghilang dahaga sembari menunggu ikan hasil tangkapan nelayan matang dibakar. Berekreasi ke Pantai Drini seolah datang ke ahli terapi. Memulihkan lelah di kaki, juga di hati.
Text KEN SAVITRIE Photography DANIEL ANTONIUS KRISTANTO
Copyright © 2013 YogYES.COM
- PANTAI NGONGAP
- Menyusuri Jejak Sang Penjelajah Junghuhn
- Menikmati tebing curam tempat bertemunya Pulau Jawa dan Samudra Hindia, sambil menyusuri jejak langkah sang penjelajah legendaris Franz W. Junghuhn
- Bagi seorang petualang, sebuah pantai tidak harus memiliki pasir yang lembut atau air yang jernih untuk berenang, cukup sebuah suasana yang mendekatkan diri pada sang alam. Hal inilah yang mungkin dirasakan oleh Franz Wilhelm Junghuhn (seorang penjelajah kenamaan asal Jerman) yang terkagum-kagum ketika menapaki pantai Ngongap (atau Ngungap) di Gunungkidul, Yogyakarta pada tahun 1856 silam. Setelah berjalan berminggu-minggu melewati belantara tanah Jawa yang masih liar, akhirnya Junghunh mencapai pesisir selatan Jawa yang terkenal liar, penuh deburan ombak langsung dari Samudra Hindia. Di pantai karang yang terjal inilah Junghuhn memetakan pemikirannya tentang keindahan alam, kekayaan tradisi, serta kemakmuran tanah Jawa yang penuh nuansa spiritualisme. Junghuhn pun mengabadikannya dalam sebuah lukisan berjudul "Sudkuste bei Rongkop", sebuah mahakarya yang justru terlupakan oleh masyarakat Indonesia itu sendiri.Satu setengah abad kemudian, kami pun berusaha mencari tahu keberadaan pantai yang membuat sang petualang jatuh hati. Cukup sulit menemukan pantai berkarang ini, apalagi di tengah landscape Gunungkidul yang berliku dan penuh karang terjal. Nuansa petualangan terasa kuat ketika jalan aspal yang kami lalui tiba-tiba berubah menjadi jalan berbatu, membuat sang supir merasa kewalahan menapaki gundukan-gundukan tanah yang mengadu ban mobil kami. Namun, semua kesulitan itu terbayar ketika kami sampai di Pendopo tua tempat Junghuhn singgah 159 tahun yang lalu, tepat di pinggir karang terjal dengan desiran ombak yang terus memanggil tanpa henti.Rasa takjub langsung terasa saat kami menyaksikan jejeran tebing karang yang seakan tidak berubah sejak tahun 1856, persis seperti dalam lukisan "Sudkuste bei Rongkop". Alur-alur karang terjal nan kuat bergelombang indah di kanan dan kiri, dengan tegap menantang ombak raksasa dari Samudra Hindia. Di Pantai Ngongap, daratan seakan berhenti mendadak (sekitar 100 meter di atas permukaan laut) hanya untuk digantikan langsung oleh samudra biru nan dalam dengan ombaknya yang kejam, menggambarkan kekuatan sang alam itu sendiri. Luar biasa!Persis seperti yang diceritakan oleh Junghuhn dalam buku-bukunya, daerah karang dan lautan di sekitar Pantai Ngongap masih menjadi surga bagi para burung berliur emas. Goa-goa di bawah karang menjadi rumah yang sempurna bagi burung walet (Aedromus sp), terlindung dari gangguan predator yang berusaha mencuri sarang mereka. Pada waktu-waktu tertentu, masyarakat sekitar memanfaatkan lokasi ini untuk memanen sarang burung walet yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram, namun dengan resiko yang juga tinggi. Peralatan yang digunakan untuk mencapai gua harta karun ini kurang lebih sama dengan masa Junghuhn, hanya menggunakan tangga tali tambang yang masih tergantung dengan erat di sebuah pohon besar di dekat pendopo. Hidup-mati para pendulang liur emas ini bergantung hanya pada seutas tali sederhana ini, beserta kemurahan hati sang alam yang mereka tantang.Selain burung walet, tebing-tebing karang ini juga menjadi lokasi bersarang beberapa satwa lain, seperti si burung cantik Buntut-sate Putih (Phaeton lepturus) yang mengundang rasa penasaran para fotografer satwa liar di seantero negeri. Lautan di bawahnya pun kaya akan ikan-ikan besar, seperti Cakalang (Katsuwanus pelamis) yang menjadi target para pemancing dari berbagai daerah di tanah Jawa. Terkadang, berbagai macam hewan laut lain seperti penyu, lumba-lumba atau bahkan hiu bisa terlihat berenang ke permukaan air, cukup jelas untuk dilihat dari atas tebing yang tinggi. Menakjubkan!Dengan landscape yang luar biasa indah dan kekayaan alam yang sangat tinggi, kami pun tidak heran bagaimana pantai tanpa pasir ini bisa memikat hati sang petualang. Barisan karang tajam dan deburan ombak yang kejam ternyata menyimpan harta karun yang berlimpah, terjaga dari tangan-tangan rakus agar bisa dinikmati oleh anak-cucu kita di masa depan. Pada akhirnya, kami pun memahami perasaan sang Franz Wilhelm Junghuhn yang memutuskan untuk pindah selama-lamanya ke tanah Indonesia, tempat yang dulunya dianggap liar dan terasing, namun penuh dengan keindahan bagi sang petualang sejati.Text PANJI G. AKBAR Photography JAYA TRI HARTONOCopyright © 2015 YogYES.COMCara menuju ke sana:Dari Jogja - Jl Wonosari - ikuti jalan menuju ke Pantai Sadeng - sampai di Pasar Rongkop Girisubo, ambil jalan lurus - jalan offroad - Ngongap Girisubo
- PANTAI GLAGAH Ketika Ombak Garang Berpadu dengan Laguna yang Tenang....Berlanjut
Bagikan
Indonesia bukan hanya Bali
4/
5
Oleh
Unknown